Sabtu, 24 Maret 2012

Faktor-Faktor yang Mempengarui Hasil Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: 1) Faktor Internal ( faktor dari dalam siswa) yakni keadaan jasmani dan rohani siswa. 2) Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. 3) Faktor pendekatan belajar (aproach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran (Syah,2007:132).

Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yakni aspek fisiologis dan aspek psikologis.

Aspek Fisiologis
Faktor fisiologis inimasih dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1)      Keadaan tonus jasmani pada umumnya
Keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat dikatakan melatar belakangi aktivitas belajar, keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar. Keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah. Dalam hubungan dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan.
2)      Nutrisi harus cukup.
Karena  kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan lekas mengantuk, lekas lelah dan sebagainya. Terlebih bagi anak yang masih sangat mudah pengaruh itu besar sekali.
3)      Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu.
Penyakit-penyakit seperti pilek, influenza, sakit gigi, batuk dan sejenis itu biasanya diabaikan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan akan tetapi dalam kenyataannya penyakit semacam ini mengganggu aktivitas belajar.
4)      Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi panca indera.
Panca indera dapat dimisalkan sebagai pintu gerbang masuknya pengaruh kedalam individu. Orang mengenal sekitarnya dan belajar dengan menggunakan panca inderanya, baiknya berfungsi panca indera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik (Suryabrata, 2008:235-236).
Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa,namun diantara faktor-faktor rihaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: tingkat kecerdasan atau inteligensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa.
1)      Inteligensi dan bakat
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan secara tepat. Sedangkan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang pada masa yang akan datang. Kedua aspek kejiwaan (psikis) ini besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Seseorang yang mempunyai inteligensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung mengalami kesukaran dalam belaja, lambat berfikir sehingga prestasi belajarnya pun rendah. Bakat juga besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan belajar. Misalnya belajar main piano, apabila dia memiliki bakat musik, akan mudah dan cepat pandai dibandingkan dengan orangyang tidak memiliki bakat itu (Dalyono, 2007:55).
Selanjutnya, bila seseorang yang mempunyai inteligensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses bila dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi inteligensinya rendah. Demikian pula jika dibandingkan dengan orang yang inteligensinya tinggi tetapi bakatnya tidak ada dalam bidang tersebut, orang berbakat lagi pintar (inteligensi tinggi) biasanya orang tersebut sukses dalam karirnya (Dalyono, 2007:55)
2)      Minat dan Motivasi
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber, minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungan yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. Seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi tertentu.
Motivasi ialah keadaan internal organisme, baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Motivasi interistik. Yaitu hal dan keadaan yang berasal dari diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar termasuk dalam motivasi interistik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhan terhadap materi tersebut.
  2. Motivasi ekstrinsik. Yaitu hal dan keadaan yang dating dari luar individu siswa yang juga mendorong siswa untuk belajar, pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah. Suri teladan orang tua, guru dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar (Dalyono, 2007: 57).
3)       Sikap Siswa
         Sikap adalah gejala yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif, sikap siswa yang positifterutama kepada guru dan mata pelajaran yang akan disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru, apalagi jika didiring kebencian terhadap mata pelajaran dan guru dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa dan prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif siswa maka guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan mata pelajaran yang menjadi faknya.
Faktor eksternal siswa
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: yakni faktor sosial dan faktor non sosial.
1.      Faktor lingkungan sosial.
Lingkungan sosial adalah seperti para guru, staf adminisrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, para guru yang selalu menunjukkan sikap dan prilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik khususnya dalam hal belajar Selanjutnya yang termasuk dalam lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dengan tetangga, dan juga teman-teman sepermainan di lingkungan siswa tersebut, lingkungan kumuh yang serba kekurangan akan mempengaruhi aktivitas belajar mereka.
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik penegelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik atupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
2.      Faktor Lingkungan Non Sosial
         Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan oleh siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Contoh: kondisi rumah yang sempit dan berantakanserta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja (seperti lapangan voli) akan mendorong siswa untuk berkeliaran ketempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi, kondisi rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh burukterhdap kegiatan belajar siswa.
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar seperti pagi atau sore hari, seorang ahli bernam J Biggers berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih efektif daripada pelajar pada waktu-waktu lainnya. Namun menurut penelitian beberapa ahli (gaya belajar) hasil belajar itu tidak bergantung waktu secara mutlak tetapi tergantung pada pilihan waktu yang cocok dengan kesiapan siswa.
Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang selama ini sering dipercaya berpengaruh terhadap hasil prestasi belajar siswa, tidak perlu dihiraukan lagi. Sebab, bukan waktu yang pentinng dalam belajar melainkan kesiapan sistem memori siswa dalam belajar melainkan kesiapan system memori siswa dalam menyerap, mengelola dan menyimpan itemitem informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa.
3.      Faktor pendekatan belajar
Pendekatan belajar, seperti yang telah diuraikan dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efesiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah profesional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.
         Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagimana yang telah dipaparkan, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar, misalnya; mungkin sekali berpeluang untuk prestasi belajar yang bermutu siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive (Syah, 2007:155).

Strategi Pembelajaran

a.      Pengertian Strategi Pembelajaran
         Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis-garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah di tentukan dan di hubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa di artikan sebagai pola umum kegiatan guru murid dalam mewujudkan kegiatan guru dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah di gariskan.
         Istilah strategi mula- mula di pakai di kalangan militer dan di artikan sebagai seni dalam merancang (operasi) peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan gerakan pasukan dan navigasi ka dalam posisi perang yang di pandang paling menguntungkan untuk memperoleh kemenangan.
         Dewasa ini istilah strategi banyak di pinjam oleh bidang-bidang ilmu lain termasuk bidang ilmu pendidikan dalam kaitannya dengan belajar mengajar, pemakaian istilah strategi di maksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang meningkatkan terjadinya proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah di rumuskan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil, guru di tuntut memiliki kemampuan mengatur komponen-komponen pengajaran sedemikian rupa sehinga terjalin keterkaitan fungsi antara komponen pengajaran yang di maksud.
         Dengan kata lain, dapat juga di katakan bahwa strategi berarti pilihan pola kegiatan belajar mengajar yang di ambil untuk mencapai tujuan secara efektif. Untuk melakukan tugas secara proposional, guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujua n belajar yang telah di rumuskan, baik dalam arti intruksional (tujuan belajar yang di rumuskan secara eksplisit dalam proses belajar, misalnya kemampuan berfikir kritis, kreatif, sikap terbuka setelah siswa mengikuti diskusi kelompok kecil dalam proses belajarnya)
         Strategi pembelajaran merupakan salah komponen pembelajaran yang paling penting guna terciptanya tujuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya meliputi empat strategi dasar di antaranya adalah:
  1. Mengidentifikasikan serta menetapkan spesikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kpribadian pererta didik sebagaimana yang di harapkan
  2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar
  3. Memilih dan menetapkan prosedur,metode, dan teknik belajar mengajar yang di anggap paling tepat dan efektif
  4. Menetapkan norma-norma dan batas keberhasilan dan kereteria standar keberhasilan sehingga dapat di jadikan pegangan oleh para guru dalam melakukan evaluasi hasil belajar mengajar, yang selanjutnya menjadi unpan balik bagi penyempurnaan sistem intruksional yang bersangkutan secara keseluruhan (Ahmadi, 1997:11-14)
         Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat di jadikan pedoman dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
         Pertama, spesikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana yang hendak di capai selama kegiatan belajar mengajar yang di lakukan itu. Dengan kata lain menentukan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran itu harus di rumuskan secara jelas dan kongkrit sehingga mudah di fahami peserta didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang di harapkan setelah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar itu harus jelas, misalnya, dari tidak biasa membaca menjadi terbiasa membaca. Kalau sebelum mengikuti belajar mengajar para siswa tidak mampu atau menulis huruf al-Qur’an maka setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar mereka mampu membaca menulis haruf al-Qur’an dan seterusnya. Dimana kegiatan belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas, berarti kegiatan tersebut dapat di lakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti, maka itu dapat terjadi penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang di terapkan.
         Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang di anggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran, bagaimana kita memandang suatu persoalan, konsep. Pengertian dan teori apa yang akan di capai.
        Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur,metode, dan tehnik belajar mengajar yang di anggap paling tepat dan efektif. Metode atau tehnik penyajian untuk memotivasi siswa agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode untuk cara mendorong para siswa untuk mampu berfikir dan memiliki cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu di fahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok di pakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
         Jadi, dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya jngan menggunakan tehnik penyajian yang sama. Bila beberapa tujuan ingin di peroleh, kita di tuntut untuk memiliki kemampuan menggunakan berbagai metode atau mengkombinasikan beberapa metode yang relevan, cara peyajian yang satu mungkin lebih menekankan pada peranan siswa, sementara tehnik penyajian yang lain terfokus pada peranan guru atau alat pengajaran seperti guru atau komputer.
         Dan ada pula metode yang lebih berhasil bila di gunakan siswa dalam jumlah terbetas, atau cocok untuk mempelajari tertentu. Dan tujuan intraksional yang ingin di capai itu tidak selalu tunggal, bisa terdiri dari beberapa tujuan atau sasaran. Untuk itu, guru membutuhkan variasi dalam menggunakan tehnik penyajian supaya kegiatan belajar mengajar yang berlangsung tidak membosankan.
        Keempat, menetapkan norma-norma atau kreteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pengangan yang dapat di jadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilannya tugas yang di lakukannya. Suatu program baru di ketahui keberhasilannya, setelah dialakuka evaluasi, system penilaian dalam kegiatan belajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa di pisahkan dengan strategi dasar yang lain.
b.      Teori yang Melandasi Pembelajaran dengan Strategi Belajar
         Adapun landasan teoritis yang mendukung strategi-strategi belajar, diantaranya :
1. Teori Belajar Humanistik
         Salah satu tokoh teori belajar Humanistik adalah Rogers. Dalam bukunya Freedom to Leam seperti  dikutip oleh Wasty Suemanto (2003:139), ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistic yang penting, diantaranya adalah:
  1. Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
  2. Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
  3. Belajar yang menyangkut suatu perubahan didalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancan dan cenderung untuk ditolaknya.
  4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
  5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan jadilah proses belajar.
  6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
  7. Belajar diperlancar apabila siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar.
  8. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat meberikan yang mendalam dan lestari.
  9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah mudah dicapai siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilain diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
  10. Belajar yang paling berguna secara sosial didalam dunia modem ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya kedalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan diri.
2. Teori Psikologi Kognitif
         Teori Psikologi Kognitif ini berakar dari teori-teori yang menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses informasi.  Bertolak dari penemuan Gestalt Pysichology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar Cognitivefield dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial (Soemanto, 2003:129).

Strategi Pembelajaran Aktif Dalam Bertanya ( Learning Start With A Question)

a. Pengertian Pembelajaran Learning Start With A Question

Strategi learning start with a question adalah suatu strategi pembelajaran aktif dalam bertanya. Mel Silbermen dalam bukunya Active Learning mengemukakan bahwa proses mempelajari sesuatu yang baru adalah lebih efektif jika peserta didik tersebut aktif mencari pola dari pada menerima saja (terus bertanya dari pada hanya menerima apa yang disampaikan oleh pengajar). Satu cara menciptakan pola belajar aktif ini adalah merangsang peserta didik untuk bertanya tentang mata pelajaran mereka tanpa penjelasan dari pengajar terlebih dahulu. Strategi sederhana ini merangsang siswa untuk bertanya, kunci belajar (Silbermen, 2007:144).
        
Agar siswa aktif dalam bertanya, maka siswa diminta untuk mempelajari materi yang akan dipelajarinya, yaitu dengan membaca terlebih dahulu. Dengan membaca maka siswa memiliki gambaran tentang materi yang akan dipelajari sehingga apabila dalam membaca atau membahas materi tersebut terjadi kesalahan konsep akan terlihat dan dapat dibahas serta dibenarkan secara bersama-sama. Untuk melihat apakah siswa telah mempelajari materi tersebut, maka guru melakukan pre-test. Selain itu, guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat rangkuman serta membuat daftar pertanyaan, sehingga dapat terlihat berapa persen siswa yang belajar dan yang tidak belajar.

b.  Keterampilan Bertanya
 Keterampilan bertanya dapat diartikan kemampuan mengungkapkan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan. Dalam tulisan ini, keterampilan bertanya dibatasi pada kemampuan mengungkapkan pertanyaan secara lisan yang dilakukan oleh guru pada suasana pembelajaran dikelas. Pertanyaan yang digunakan untuk mengungkapkan pertanyaan dapat menggunakan kata tanya maupun kata perintah.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajukan pertanyaan kepada siswa (Suwardi, 2007:138). Yaitu:
a. Maksud Pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan oleh guru dapat dimaksudkan untuk:
1)      Meningkatkan minat belajar siswa.
Maksudnya pertanyaan yang diajukan oleh guru diharapkan dapat memunculkan rasa ke ingin tahuan siswa. Biasanya pertanyaan yang demikian ini dilakukan pada saat membuka dan menutup pelajaran, meskipun dapat juga dilakukan pada saat penyampaian materi.
2)      Meningkatkan perhatian siswa terhadap suatu permasalahan.
Agar siswa terfokus pada materi yang diajarkan, biasanya guru mengajukan pertanyaan sebagai cara untuk meningkatkan perhatian siswa pada materi yang akan atau sedang diajarkan.
3)      Mengembangkan pembelajaran aktif learning.
Pertanyaan yang diajukan oleh guru dapat dimaksudkan sebagai cara mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Cara yang demikian ini, dalam metode pembelajaran disebut metode Tanya jawab.
4)      Mendiagnosis kesulitan belajar.
Mendiagnosis kesulitan belajar adalah menganalisis suatu kondisi yang dapat menyebabkan terhambatnya pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu caranya, guru dapat mengajukan pertanyaan kepada siswanya. Apabila pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab oleh siswanya, guru dapat menyimpulkan bahwa siswa  mengalami kesulitan belajar.
5)      Mengetahui tingkat kemampuan siswa.
Pertanyaan yang diajukan oleh guru dapat dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan siswanya. Untuk maksud ini, pertanyaan dapat diajukan pada awal, tengah maupun akhir pembelajaran.
6)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pertanyaannya.
Pertanyaan yang diajukan oleh guru dapat dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat mengemukakan pendapat dan pandangannya. Pertanyaan yang demikian ini penting untuk melatih keberanian siswa dalam mengemukakan pendapatnya. Degan demikian guru mudah mengarahkan pendapat dan pandangan siswa untuk disesuaikan dengan tujuan pembelajarannya.
b. Sikap Bertanya
Pada saat mengajukan pertanyaan perlu dilakukan dengan sikap yang baik dan benar. Hal ini akan tercapai, apabila pada saat mengajukan pertanyaan guru memperhatikan norma yang berlaku dan menghargai harkat dan martabat siswa. Guru dalam mengajukan pertanyaan tidak boleh pilih kasih. Misalnya, guru hanya mengajukan pertanyaan kepada siswa yang pandai saja atau siswa yang kurang pandai saja atau siswa yang dikenal saja atau siswa yang duduk di depan saja. Sikap yang demikian ini akan menjadikan siswa merasa iri.

Sikap lain yang perlu diperhatikan guru adalah perhatian dan kedekatan. Sikap ini dapat ditunjukkan dengan cara Oleh sebab itu, guru harus berusaha mengajukan pertanyaan secara menyebar. Selain itu, pada saat mengajukan pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik dan sopan. Maksudnya guru tidak boleh menggunakan bahasa yang terkesan mengejek, mendekati tempat duduk, menyebutkan nama siswa, memperhatikan jawaban siswa, menatap wajah siswa, memberi pujian kepada siswa. Sikap yang demikian ini akan mendekatkan hubungan psikologis guru dengan siswanya.

c.  Langkah-langkah Strategi Pembelajaran  Learning Start With A Question

Adapun langkah-langkah dalam penggunaan Strategi Pembelajaran Aktif Dalam Bertanya (Learning Start With A Question) (Zaini, 2008:44-45) ini adalah:
  1. Guru memilih bahan bacaan yang sesuai dengan materi.
  2. Guru meminta peserta didik untuk mempelajari bacaan sendirian atau dengan teman.
  3. Siswa diminta memberi tanda pada bagian – bagian bacaan yang tidak difahami. Anjurkan mereka untuk memberi tanda sebanyak
Kemudian guru membuat kelompok dan siswa di minta untuk membahas poin- poin yang tidak diketahui.
  1. Di dalam pasangan atau kelompok kecil siswa di minta untuk menuliskan pertanyaan tentang materi yang telah mereka baca.
  2. Siswa di minta untuk mengumpulkan pertanyaan yang telah di tulis.
  3. Guru menyampaikan materi berdasarkan pertanyaan yang di tulis siswa.
d.      Kelebihan dan kekurangan Strategi Pembelajaran Bertanya Learning Start With A Question

Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa Strategi Pembelajaran Aktif Dalam Bertanya (Learning Start With A Question) ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:

Kelebihan Strategi Pembelajaran Aktif Dalam Bertanya (Learning Start With A Question).
Adapun kelebihan dari Strategi Pembelajaran Aktif Dalam Bertanya   (Learning Start With A Question) ini adalah sebagai berikut:
  1. Siswa menjadi siap memulai pelajaran, karena siswa belajar terlebih dahulu sehingga memiliki sedikit gambaran dan menjadi lebih paham setelah mendapat tambahan penjelasan dari guru.
  2. Siswa menjadi aktif bertanya.
  3. Materi dapat diingat lebih lama.
  4. Kecerdasan siswa diasah pada saat siswa belajar untuk mengajukan pertanyaan.
  5. Mendorong tumbuhnya keberanian mengutarakan pendapat secara terbuka dan memperluas wawasan melalui bertukar pendapat secara kelompok.
  6. Siswa belajar memecahkan masalah sendiri secara berkelompok dan saling bekerjasama antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
  7. Dapat mengetahui mana siswa yang belajar dan yang tidak belajar.
Kekurangan Strategi Pembelajaran Aktif Dalam Bertanya (Learning Start With A Question).
Adapun kekurangan yang dimiliki Strategi Pembelajaran Aktif Dalam Bertanya  (Learning Start With A Question) adalah:
  1. Membutuhkan waktu panjang jika banyak pertanyaan yang dilontarkan siswa.
  2. Jika guru memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menjawab, pertanyaan atau jawaban bisa melantur jika siswa tersebut tidak belajar atau tidak menguasai materi.
  3. Apatis bagi siswa yang tidak terbiasa berbicara dalam forum atau siswa yang pasif.
  4. Mensyaratkan siswa memiliki latar belakang yang cukup tentang topic atau masalah yang didiskusikan (www.google.com/strategi pembelajaran Learning Start With a Question dan Information Search di sekolah, di akses pada tanggal 08 April 2011).

Pengertian dan Tujuan Membaca

Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Dalam kegiatan membaca, kegiatan lebih banyak dititikberatkan pada keterampilan membaca daripada teori-teori membaca itu sendiri. Henry Guntur Tarigan (2001:43) menyebutkan tiga komponen dalam keterampilan membaca, yaitu:
1)   Pengenalan terhadap aksara-aksara serta tanda-tanda baca.
2)   Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal.
3)   Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna.

Setiap guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar-benar bahwa membaca adalah suatu metode yang dapat dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis” Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang  tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Tarigan ,2001:13)

Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, yakni memahami makna yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.

Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang  bermakna. Membaca merupakan suatu penafsiran atau interpretasi terhadap ujaran yang berada dalam bentuk tulisan adalah suatu proses pembacaan sandi (decoding process).

Membaca adalah suatu proses yang bersangkut paut dengan bahasa. Oleh karena itu maka para pelajar haruslah dibantu untuk menanggapi atau memberi responsi terhadap lambang-lambang visual yang menggambarkan tanda-tanda oditori dan berbicara haruslah selalu mendahului kegiatan membaca.
Harimurti Kridalaksana (2004:4) mengatakan “Membaca adalah menggali informasi dari teks, baik yang berupa tulisan maupun dari gambar atau diagram maupun dari kombinasi itu semua”

Soedarso berpendapat bahwa “Membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat”. DP. Tampubolon (1997:12) berpendapat bahwa “Membaca adalah kegiatan fisik dan mental yang dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan”.

Bahkan ada pula beberapa penulis yang beranggapan bahwa membaca adalah suatu kemauan untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui suatu metode pengajaran membaca seperti fonik (ucapan, ejaan berdasarkan interpretasi fonetik terhadap ejaan biasa) menjadi membaca lisan.

Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut.

Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca.Henry Guntur Tarigan (2001:34) mengemukakan tujuan membaca adalah sebagai berikut:
  1. Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).
  2. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).
  3. Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization).
  4. Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
  5. Membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify).
  6. Membaca menilai, membaca evaluasi (reading to evaluate).
  7. Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).
Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta misalnya untuk mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh sang tokoh.

Membaca untuk memperoleh ide-ide utama misalnya untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya.

Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita seperti menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan ketiga/seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian buat dramatisasi.

Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi seperti menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal.

Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan misalnya untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar.

Membaca menilai, membaca mengevaluasi seperti untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu.

Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan dilakukan untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca.
Nurhadi berpendapat bahwa tujuan membaca adalah sebagai berikut:
  1. Memahami secara detail dan menyeluruh isi buku.
  2. Menangkap ide pokok atau gagasan utama secara tepat.
  3. Mendapatkan informasi tentang sesuatu.
  4. Mengenali makna kata-kata.
  5. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di masyarakat sekitar.
  6. Ingin memperoleh kenikmatan dari karya sastra.
  7. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di seluruh dunia.
  8. Ingin mencari merk barang yang cocok untuk dibeli.
  9. Ingin menilai kebenaran gagasan pengarang.
  10. Ingin memperoleh informasi tentang lowongan pekerjaan.
  11. Ingin mendapatkan keterangan tentang pendapat seseorang (ahli) tentang definisi suatu istilah.